Kegigihan TKI Perempuan Belajar “Coding”, Sehabis Kerja dan Pantang Libur
Pemrograman komputer (coding) kerap distereotipkan sebagai keterampilan “berkelas”, dalam artian cuma mereka yang berpendidikan tinggi yang mampu menguasainya.
Alhasil pekerjaan sebagai programer pun menjadi elitis dan eksklusif. Padahal, di era serba digital, programer andal dibutuhkan dalam jumlah masif untuk mendorong perkembangan ekonomi.
Hal ini disadari Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) selaku lembaga pemerintahan yang bertanggung jawab mendorong perekonomian kreatif, salah satunya di sektor digital. Untuk itu, Bekraf menggelar program pelatihan bertajuk “Coding Mum” yang menyasar para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.
Rangkaian program dilaksanakan di Singapura, Johor, Kuala Lumpur, Madinah, Taiwan, Hongkong. Sejauh ini, pelatihannya baru dijalankan di Singapura untuk satu batch yang berisi 10 TKI peremupuan terpilih. Mereka dilatih selama dua bulan dalam delapan kali pertemuan.
Setia Darma, yakni orang Indonesia yang berdomisili di Singapura dan menjabat koordinator di IO Inspire, ditunjuk sebagai penanggungjawab. Pada KompasTekno, Setia menceritakan pengalamannya mengajar para TKI dari nol hingga akhirnya mampu mendesain halaman web.
“Awalnya saya skeptis, saya ragu mereka akan paham dengan pemrograman komputer yang rumit,” kata Setia, Jumat (24/3/2017), usai pengumuman program “Coding Mum Merambah Luar Negeri”, di Gedung Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta.
Semangat yang lebih membara
Setia pun tak menampik bahwa ia dan timnya mengalami kesulitan dalam mengajar para TKI yang berumur antara 25 tahun hingga pertengahan 30-an. Namun, ia merasakan energi dan semangat menggebu-gebu dari para buruh yang jauh dari keluarga.
“Mereka semangatnya luar biasa, bahkan lebih membara ketimbang para murid non-TKI. Padahal kalau mau dipikir-pikir, pertemuan seminggu sekali itu memangkas habis waktu libur mereka,” Setia menuturkan.
Para TKI di Singapura memiliki hak libur alias day-off satu hari dalam seminggu untuk istirahat penuh atau jalan-jalan. Namun, para TKI yang ikut Coding Mum harus merelakan satu hari yang berharga itu untuk menimba ilmu.
Tiap pertemuan, para TKI akan diberikan tugas rumah. Setia bercerita bahwa para TKI sangat antusias mengerjakan tugas mereka.
“Mereka bilang, tugas dikerjakan malam-malam sehabis kerja. Kadang para TKI juga suka pamer tugasnya ke majikan mereka. Bahkan ada majikan yang minta diajarkan cara programming ke salah satu TKI,” kata Setia sembari tertawa.
Menurut Setia, semangat membara dari para TKI turut menyemangati dia dan timnya agar tak lelah mentransfer ilmu mereka. Benar kata orang bijak, energi positif itu menular.
“Memanusiakan” bahasa pemrograman
Ada beberapa strategi yang dilakukan Setia dan para pengajar lainnya untuk mempermudah para TKI menyerap materi-materi pemrograman yang ruwet. Pertama, ia dan timnya tak mengajar dengan menulis di papan tulis, melainkan duduk berdampingan dengan para TKI.
“Kami benar-benar hands-on bareng. Jadi, bukan model mengajar satu arah,” ujarnya.
Selain itu, tim pengajar juga lebih banyak agar bisa fokus ke tiap TKI. Jika biasanya kelas berisi 10 orang ditangani tiga mentor, maka untuk kelas para TKI ditambah menjadi empat mentor.
“Lebih banyak tenaga, maka konsentrasi tak terlalu banyak terbagi. Mekanismenya seperti belajar bareng teman,” ia menambahkan.
Yang paling penting, pendekatan yang dilakukan Setia dan timnya berbeda dengan pendekatan normal. Bahasa-bahasa pemrograman yang berbelit dan sulit dipahami dibuat lebih “manusia”.
“Misalnya kami jelaskan CSS sebagai ‘Cara Singkat Sampai’. Kami juga jelaskan prinsip pengelompokan pengkodean seperti prinsip resep makanan. Jadi mereka lebih mudah menerimanya,” kata Setia.
Setelah delapan kali pertemuan, para TKI batch pertama di Singapura dinyatakan lulus pada 13 Maret lalu. Mereka sudah menguasai dasar-dasar Front End Design pada aplikasi web, memahami konsep arsitektur aplikasi web, dan mampu merancang halaman web.
“Waktu mereka pamerkan desain web buatan sendiri, kebanggaan dan kesenangan saya luar biasa besarnya,” Setia mengimbuhkan.
Masih ada tiga batch yang akan dihelat di Singapura. Masing-masing dimulai pada Maret ini, lalu pada Juli dan September mendatang. Para TKI mula-mula diseleksi, minimal mereka bisa mengoperasikan komputer dan memiliki komputer sendiri.
Pada April dan Juli nanti, “Coding Mum” menyambangi Hongkong untuk pelatihan dua batch. Di Madinah ada satu batch dan di Taiwan ada dua batch yang dilangsungkan secara bersamaan pada Juli dan September.
Terakhir, dua batch di Johor dan satu batch di Kuala lumpur dimulai pada Agustu 2017. Total ada 12 batch Coding Mum khusus TKI yang ditargetkan mencetak 120 alumni.
“Kami harap, dengan adanya pelatihan ini para TKI ketika pulang ke Indonesia bisa bikin bisnis online sendiri atau kerja sebagai programmer. Mereka tak perlu lagi jadi TKI,” kata Kepala Bekraf, Triawan Munaf, pada kesempatan yang sama.
Berkaca dari Coding Mum 2016
“Coding Mum” sejatinya merupakan program Bekraf yang dimulai tahun lalu. Sesuai namanya, program pelatihan ini mula-mula khusus untuk ibu-ibu di Tanah Air agar menguasai prinsip pemrograman komputer dasar.
Hasilnya diklaim memuaskan. Tak sedikit dari alumni “Coding Mum” yang akhirnya mengembangkan bisnis online, mendapat tawaran freelance, hingga ada yang direkrut sebagai programmer di situs jual-beli online Tokopedia.
“Dulu harus titip dagangan ke web-web tetangga. Sekarang sudah bisa bikin website sendiri jadi penjualan semakin oke,” kata Diova, salah satu alumni Coding Mum yang memiliki bisnis hijab.
“Coding Mum harus diadakan terus, kalau bisa merata di seluruh Indonesia agar ibu-ibu bisa mempelajari web dan melek teknologi. Lebih baik lagi kalau bisa mendapat penghasilan dari program ini,” kata Siti Aisyah yang merupakan alumni Coding Mum Surabaya.
Siti berhasil menjadi juara kedua dalam kompetisi IWIC yang dihelat Indosat pada 2016 lalu. Karyanya masuk dalam kategori Woman Apps dan berhasil bersanding dengan para finalis IWIC lain dari Indonesia, Filipina, Myanmar, dan Jepang.
“Coding Mum” tahun lalu diselenggarakan di enam kota, yakni Jakarta, Malang, Bandung, Surabaya, Bogor, Makassar. Tak kurang dari 170 alumni yang lulus program pelatihan tersebut.
Tahun ini, selain merambah ke luar negeri, “Coding Mum” di dalam negeri masih terus dilanjutkan. Bahkan, cakupannya lebih luas hingga ke 12 kota dan kabupaten. Masing-masing di Jakarta, Tangerang, Yogyakarta, Tulung Agung, Jember, Denpasar, Banjarmasin, Balikpapan, Belitung, Pontianak, Jambi, Medan, dan Banda Aceh.
sumber : kompas tekno