Sosialisasi dan Edukasi Keamanan Informasi di SMKN 1 Kasreman

Bertempat di Aula Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Kasreman, pada hari Rabu (17/0592025) Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik, dan Persandian Kabupaten Ngawi menyelenggarakan Sosialisasi dan Edukasi Keamanan Informasi dengan tema “Etika Bermedia Sosial untuk Pencegahan Cyberbullying di Kalangan Pelajar”. Narasumber dalam kegiatan yang diikuti oleh ratusan pelajar SMKN 1 Ngawi tersebut adalah Siti Jariyah, psikolog klinis pada RSUD dr. Soeroto Kabupaten Ngawi.

Kepala SMKN 1 Kasreman, yang diwakili oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang Sarana dan Prasarana, Widodo, dalam sambutannya menyampaikan rasa terima kasih atas terselenggaranya acara ini dan berharap dapat menciptakan lingkungan belajar yang aman, baik secara fisik maupun digital, khususnya di SMKN 1 Kasreman.

“Acara ini sangat penting karena membangun kesadaran siswa untuk menggunakan media sosial secara bijak dan bertanggung jawab. Melalui acara sosialisasi ini, mari kita jadikan momentum untuk belajar bersama. Dengarkan baik-baik setiap materi yang disampaikan, dan jangan ragu untuk bertanya. Semoga dengan pengetahuan yang kita dapatkan hari ini, kita semua bisa menjadi generasi yang cerdas dan beretika dalam bermedia sosial,” tambahnya.

Wurianto Saksomo, Kepala Bidang Persandian dan Keamanan Informasi, selaku wakil dari Dinas Kominfo SP Ngawi menyampaikan bahwa media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Media sosial memberikan banyak manfaat, mulai dari sarana komunikasi, mencari informasi, hingga ajang kreativitas. Namun, di balik kemudahan dan manfaatnya, ada tantangan besar yang harus dihadapi, salah satunya adalah cyberbullying.

Merujuk hasil Survei Pemetaan Ruang Siber pada tahun 2024 yang dilakukan oleh Badan Siber dan Sandi Negara dengan responden Generasi Z, yaitu remaja berusia 14-18 tahun, Wurianto mengatakan bahwa kasus cyberbullying paling tinggi ditemukan di media sosial TikTok dengan jumlah 39,34%. Hal tersebut terjadi karena platform ini memiliki basis pengguna yang besar, terutama di kalangan remaja, dengan fitur interaktif seperti komentar dan video duet yang sering memicu interaksi negatif.

“Platform berikutnya adalah Instagram sebanyak 27,35%, Facebook sebanyak 8,50%, X atau Twitter sebanyak 7,47%, WhasApp sebanyak 2,81%, dan YouTube sebanyak 1,85% responden. Sedangkan 12,24% responden tidak menemukan kasus cyberbullying di media sosial,” pungkasnya.

Dalam materi sosialisasi, Siti Jariyah menyampaikan bahwa bullying adalah perilaku agresif seseorang atau sekelompok orang yang dilakukan secara berulang-ulang terhadap orang atau sekelompok orang lain yang lebih lemah untuk menyakiti korban secara fisik maupun mental.

“Sedangkan cyberbullying adalah penindasan atau perundungan dengan menggunakan teknologi digital, bisa melalui media sosial, platform pengiriman pesan, platform game, maupun telepon seluler,” kata Siti.

Menurut Siti salah satu tipe cyberbullying adalah cyberstalking, yaitu bentuk pelecehan tingkat lanjut dan biasanya tindakan ini meliputi tindakan yang mengancam, memata-matai, dan mengintimidasi korban yang dilakukan pelaku secara berulang-ulang sehingga menimbulkan ketakutan.

“Tipe cyberbullying yang lain adalah happy slapping, yaitu istilah cyberbullying yang relatif baru yang muncul ketika para pelaku secara sengaja membuli, memukul, menyerang, atau membuat korban bahan tertawaan yang direkam dengan video dengan tujuan utama untuk membocorkan video tersebut pada laman publik dan/atau mengirim video tersebut melalui email, internet, atau telpon seluler kepada orang lain untuk ditonton,” lanjut Siti. (Persandian)